Ada
satu fase dalam hidup kita sebagai remaja hingga dewasa yang notabene
sedang mencari pasangan hidup, kita akan mengalami yang namanya putus
cinta.
Tidak hanya sekali tetapi dua, tiga, bahkan berkali-kali. Seberapa
kalinya hingga membuat kita surut asa, tergantung pada masing-masing
individu. Ada yang sekali saja sudah cukup membuat keder hatinya; ada
yang berkali-kali hingga Tuhan yang tahu sampai rasa muak yang amat
sangat itu muncul pada pasangan atau orang yang disukai.
Nah, ketika fase patah hati ini melanda, mau tidak mau kita harus tetap melanjutkan hidup. Seringnya, masa-masa yang disebut move on
ini dilanda kesulitan saat kita berusaha melupakan
orang-yang-pernah-kita sayangi-tapi-menyakiti--perasaan-kita. Dalam
usaha melupakan ada banyak cara yang bisa dilakukan. Lazimnya, sih, cara
yang banyak dipakai ini dengan mencari orang lain yang dapat
mengalihkan perhatian kita dari masa lalu kita. Cara ini konon katanya
terbukti paling ampuh untuk membantu kita melewati fase move on ini.
Aku
akan membagi sedikit ceritaku. Aku hanya pernah berpacaran sekali
selama hampir 4 tahun. Cukup mengagetkan, sih, kalau untuk orang
setaraku saat itu yang masih berkisar kelas XI bangku SMA. Aku
menghabiskan waktu yang sangat panjang untuk hubungan yang tidak sehat
dan menyakitkan ini. Tapi ya dasarnya memang aku orang yang totalitas
termasuk dalam hal memberi kasih sayang, untuk melewati fase putus yang
tidak baik-baik juga cukup menyakitkan.
Singkatnya,
yang sebenarnya tidak singkat, aku melewati kurang lebih setahun untuk
mencapai fase di mana aku bisa mengabaikan sang mantan ini. Cukup sulit
karena si mantan ini memang agak clingy dan aku sudah muak
dengan semua yang dilakukannya. Setahun itu aku mencapai suatu titik di
mana aku sudah tidak ada rasa, tapi masih ada yang kosong dan agak
menyakitkan. Yaaa, menurut beberapa orang, seseorang dapat dikatakan move on kalau sudah ada gebetan baru.

Aku sedikit menentang anggapan itu, dulunya. Mengapa? Bagiku, move on
dengan cara seperti itu hanya membuat kita bergantung kembali pada
orang lain. Kita terlepas dari ketergantungan terhadap mantan
pacar/gebetan/apapun itu lah gelarnya, tetapi akan kembali jatuh dalam
ketergantungan pada orang yang baru.

Aku menentangnya, setidaknya sampai aku mulai mengerti kenapa orang lain diperlukan untuk move on. Memang benar, sih, hanya saja itu terletak pada fase akhir dari move on, yaitu membuka hati untuk orang lain. Itulah saat kita benar-benar move on.
Kalau
aku, yaaa, jujur saja aku menemui orang seperti itu saat setahun lebih
sejak aku putus karena aku sibuk move on dengan melawan diri sendiri
agar tidak kembali ke pengaruh mantan. Saat itu memang teman saja. Malah
awalnya tidak dekat. Dia juga baru putus dan belum move on, jadi yah sama-sama cerita-cerita saja lah. Membagi beban itu membuat bahu lebih ringan.
Akhirnya,
yah, cukup dekat sih. Obrolan juga tidak ada habisnya (waktu itu).
Rasanya tertawa jadi mudah sekali. Dan ada harapan bahwa sekali lagi
mungkin hidup dan orang lain tidak selalu semengecewakan masa lalu.
Hubungan terasa mudah, sebagai teman.
Tapi
bagaimana kalau mulai tumbuh rasa lain? Rasanya, tidak mau berteman
saja. Timbul juga pertanyaan, memang bisa cewek dan cowok benar-benar
hanya jadi sahabat? Tunggu, deh. Memang kalau kamu anggap dia sahabatmu,
dia juga menganggapmu sahabatnya? Semuanya jadi serba ribet ketika kita
self-aware karena adanya perasaan lain ini. Parahnya lagi kalau dia memutuskan benar-benar move on
saat dia mulai dekat dengan kamu. O oh, apa ini? Apakah dia juga
merasakan hal yang sama? Ditambah chat yang tiada henti. Pusing deh.
Namun, ternyata makin ke sini, dia mulai berubah. Chat tidak sesering dulu, and not as lively as before. Jarak bertambah renggang. Dia tidak lagi berusaha menyambung obrolan. Durasi membalas chat tidak secepat dulu. Ada apa ini?
Apa
aku cuma pelarianmu karena kamu tidak yakin dengan perasaanmu? Apa aku
cuma pelarianmu agar kamu bisa lepas dari sakit hatimu yang dahulu?
Lantas, bagaimana dengan aku; yang baru sembuh, tapi harus jatuh dalam kebingungan ini? Masa aku harus bersiap sakit hati lagi?
Apa sebenarnya apa yang kita lalui dulu itu sebenarnya hanya di dalam imajinasiku saja?
Kenapa ini sakit?

No comments:
Post a Comment