Wednesday, August 5, 2015

Budaya Kritisme dan Kesoktahuan

https://jasonmcquade.files.wordpress.com/2013/09/mass-media.jpg 
Cepatnya aliran informasi pada masa ini membuat tuntutan akan pengetahuan tentang sesuatu makin tinggi. Pengetahuan di sini tidak hanya bersifat pengetahuan saintis tetapi juga informasi dan berita-berita dari berbagai subjek yang aktual dan faktual. Jenis informasi ini beragam dan tidak terbatas kelompok sosial dalam masyarakat. Sebut saja informasi dan tips-tips kesehatan, informasi beasiswa, informasi acara seminar dan pameran, informasi lowongan pekerjaan, hingga yang kecil lingkupnya seperti informasi ujian di sekolah. Semua contoh yang disebutkan di atas penting bagi kelompok masyarakat tertentu hingga masyarakat luas.

Asal mula informasi tersebut diperoleh sangat beragam. Paling cepat melalui getok tular, atau lebih familier disebut dari mulut ke mulut. Cara yang ditempuh jika dimasukkan dalam konteks modern dapat melalui media massa atau sosial, dengan cara broadcasting atau posting yang dapat dilihat orang banyak. Adapula dengan cara melalui blog-blog atau laman web resmi yang tersedia sesuai dengan subjek yang diangkat media tersebut. Melalui seorang pengunjung, ia dapat dengan segera membagikan informasi yang diperolehnya kepada sesama komunitasnya yang membutuhkan atau bahkan tidak sama sekali; kembali kepada individu yang bersangkutan. Penulis akan mempersempit topik pembicaraan pada negara kita, Indonesia.

Begitu kerasnya arus aliran informasi yang bertubi-tubi dari berbagai pihak terkadang dan juga beragam menimbulkan kebingungan. Masyarakat seringkali ditipu, dibutakan, diracuni dengan informasi yang salah dan sesat. Hal ini amat disayangkan karena seiring cepatnya arus informasi itu berjalan dalam masyarakat, begitu banyak orang yang tertipu informasi yang salah. Kalaupun berita tersebut benar, berita yang disebarkan bernada anarkis dan marah, bahkan bisa jadi bertujuan untuk memojokkan pihak tertentu. Malahan, ada kalanya sulit bagi pihak yang hendak memverifikasi kebenaran informasi tersebut. Mengapa Penulis katakan demikian?

Saya melihat begitu banyaknya informasi yang salah dan hingga 6 bulan kemudian saya masih melihat ada pengguna internet atau media sosial yang membagikannya secara viral di media sosial yang digunakannya. Contoh artikel yang disebarkan:
  1. Cerita kangkung dan lintah yang tumbuh di dalam batang kangkungnya.
  2. Simbol pasta gigi yang ujungnya warna warni itu.
  3. Cara menangani stroke atau sakit jantung dengan tusuk jari saat emergency.
  4. Hubungan menstruasi, kanker serviks, pembalut.
  5. Foto yang disebut sebagai sekte agama Kristen Ortodoks Syria yang sebenarnya jelas-jelas hoax.
Dan masih banyak lagi informasi yang disebarkan dengan luas dan tentunya, sangat cepat. Menurut kolega Penulis yang juga berkecimpung dalam dunia informatika dan notabene juga seorang guru, rata-rata 25,000 pengunjung per bulan suatu laman web sudah dapat dikatakan laju informasi keluar dari laman web tersebut tinggi; bahkan umumnya lebih (butuh verifikasi, bagi yang mengetahui eksaknya dapat memberi komentar di bawah). Fatalnya lagi, semakin tersulut masyarakat akan hal itu, semakin cepat informasi tersebut beredar viral di media sosial. Percekcokan dan kesalahpahaman pun terjadi.

Peranan media begitu penting dalam menyebarkan berita dan informasi bagi massa. Tak kalah penting, peran masyarakat untuk menjadi kritis, cerdas, dan cermat dalam memilah informasi lebih cepat harus lebih diperhatikan. Namun, melihat kejadian di masyarakat Indonesia saat ini, bisa disimpulkan kesadaran masyarakat masih rendah akan fenomena pembodohan massal ini. Penulis merangkum setidaknya ada 5 alasan rasional yang dapat ditarik dari peristiwa ini, yaitu:
  1. Rendahnya kesadaran untuk menjadi kritis dan cerdas dalam menerima informasi di media massa begitu rendah.
  2. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai subjek informasi yang dibagikan di media massa secara spesifik.
  3. Lebih sering tiap individu mengikuti insting, perasaan, dan, secara kasar, rasa kesoktahuannya, dalam mengolah kabar yang diperoleh. Terkadang juga masyarakat mudah sekali dipecahbelahkan karena rasa dengki dan marah.
  4. Zaman ini adalah zaman yang mementingkan bahwa semakin cepat kita terlihat update dalam memperoleh informasi, semakin terlihat hebat individu tersebut sehingga jarang seorang individu berpikir dua kali mengenai kebenaran berita yang diperoleh.
  5. Sedikitnya media atau sumber terverifikasi yang dapat menjamin kebenaran suatu informasi, bahkan mungkin memperbaiki informasi yang salah tersebut. Kalaupun sudah ada pihak yang memberi kejelasan akan suatu kabar, sedikit sekali yang berminat menyebarkannya. Alasannya, gengsi karena sudah termakan informasi yang sebelumnya bahkan menyebarkannya, hingga keapatisan masyarakat.
  6. Kurangnya rasa percaya masyarakat akan sumber yang resmi dan lebih mempercayai sumber dari teman atau saudara.
Melihat alasan-alasan tersebut, sebenarnya masyarakat tidak perlu melewati fase-fase kesesatan massal di media massa dan sosial jika dapat berpikir jernih dan rasional serta mengurangi rasa sok yang dimiliki. Ada beberapa solusi yang ditawarkan Penulis untuk mencegah hal-hal tersebut terjadi:
  1. Melihat alasan nomor 1 di atas, tentu solusinya adalah menjadi kritis. Bagaimana caranya? Dengan selalu mempertanyakan lebih dahulu apakah berita tersebut dapat diverifikasi kebenarannya? Bagaimana dengan keakuratan informasi yang diberikan? Apakah berita yang ditulis ini netral atau malah menimbulkan pertentangan? Cari tahu!
  2. Melihat alasan nomor 2 di atas, solusinya adalah dengan menambah ilmu pengetahuan kita mengenai subjek tersebut (mungkin kesehatan, politik, dan lain-lain). Tidak perlu berlebihan hingga mendalam, cukup tahu saja apakah tulisan tersebut benar dan jika salah, apakah yang benar? Anda tentu memiliki saudara, teman, atau kolega yang memiliki pengetahuan akan subjek tersebut. Tanyakan latar belakang peristiwanya dan jangan lupa pertanyakan kenetralan informasi tersebut.
  3. Jauhkan rasa dan pikiran yang memecah belah, SARA, kepentingan diri sendiri dan golongan, dalam menyebarkan informasi. Pentingkan persatuan. Kalau informasi tersebut berpotensi menimbulkan pertentangan, kesampingkan rasa egois dan perhatikan informasi yang diperoleh dari sudut pandang lain (menjadi kritis).
  4. Perhatikan sumber berita yang ada. Jika berita yang diperoleh membingungkan, cari 1 sumber berita yang akurat dan resmi. Contoh yang cukup baik, saat kecelakaan pesawat AirAsia, Desember 2014 lalu, banyak sekali berita yang mengambang dan tidak dapat ditentukan kebenarannya. Satu-satunya jalan informasi yang benar adalah dari pihak BASARNAS. Kesimpulannya, cari satu-satunya jalan informasi yang tepat. Jika sudah, percayai sumber tersebut. Sumber resmi tidak mungkin menyesatkan. Kalaupun ada kesalahan, akan ada verifikasi tentang hal tersebut.
Penulis harap dengan tulisan ini, para pembaca dapat mempertimbangkan, merefleksikan, dan mendapat pencerahan mengenai arus aliran informasi. Jika ada pikiran yang mengganjal, sampaikan saja pada kolom komentar di bawah tulisan ini. Semoga bermanfaat.

No comments:

Post a Comment